Membangun Kekuatan Pertanian Melalui Kelompok Tani
Kelompok tani menjadi satu wadah bagi para anggotanya untuk
melakukan gerakan bersama dalam usaha pertanian. Gerakan ini umumnya
berada pada ruang yang sangat cair, para petani saling bertukar gagasan
dan pengetahuan demi perkembangan pertanian. Selain itu, gerakan
kelompok tani juga merupakan wujud dari aktualisasi program dari pihak
ketiga atau misi internal dari kelompok itu sendiri. Oleh karenanya,
keaktifan kelompok tani bisa menjadi satu tolak ukur untuk melihat
sejauh mana berkembangnya industri pertanian di suatu wilayah atau desa.
Kelompok tani di Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan
menjadi satu contoh dinamika yang menarik untuk diperbincangkan. Di desa
ini sedikitnya terdapat sepuluh kelompok tani yang tersebar di tiga
dusun. Dari sepuluh kelompok tersebut, lima di antaranya merupakan
kelompok tani aktif. Subur Makmur 1, Subur Makmur 2, Subur Makmur 3,
Sumber Makmur Abadi, dan Rejo Tani adalah lima kelompok tani yang Nampak
aktif berkegiatan. Keaktifan kelompok-kelompok ini dapat dilihat
melalui kegiatan dan program yang dilaksanakan secara rutin. Menariknya,
masyarakat desa ini merasa, bahwa kelompok tani benar-benar dapat
menjadi sarana pendorong peningkatan perekonomian petani.
Di tengah kegiatan yang aktif tersebut, kelompok tani di Desa
Jatiarjo masih menghadapi masalah yang perlu untuk disuarakan. Saat ini
petani sedang menghadapi satu desakan yang nyata. Sebagaimana dinyatakan
oleh sebagian besar narasumber dari Kelompok Tani Desa Jatiarjo, mereka
sepaham mengatakan bahwa kondisi alam berubah-ubah tidak menentu.
Ditambah lagi, penyempitan lahan pertanian juga telah menjadi satu
permasalahan serius bagi desa ini.
Kesepahaman ini menjadi titik balik bagi petani Desa Jatiarjo untuk
berhimpun demi menciptakan gerakan bersama. Sebuah gerakan adaptif
terhadap kondisi lingkungan dan pengembangan industri pertanian. Gerakan
tersebut akhirnya melahirkan solidaritas dalam wujud banyaknya kelompok
tani di desa ini. Praktiknya, kelompok tani di Desa Jatiarjo memang
dapat menunjukkan satu hasil kreatif mengembangkan pertanian bagi
masing-masing anggotanya.
Akan tetapi, beberapa hambatan dan masalah disebutkan masih melilit
kondisi kelompok tani mereka. Di antaranya, belum adanya satu agenda
komunikasi antar kelompok tani, minimnya pendampingan yang berkelanjutan
dari pemerintah dan pihak ketiga serta kesadaran petani yang masih
rendah dalam berkelompok.
Muchammad Ta’im, ketua Rejo Tani misalnya, Ia begitu mengharap adanya
forum yang dapat mengumpulkan jejaring kelompok tani dari seluruh
penjuru Desa Jatiarjo. Sebab, selama ini forum yang membahas pertanian
hanya terdapat di masing-masing kelompok tani. Pun demikian dengan
Murtolo, Kelompok Subur Makmur 2. Ia juga mengharapkan satu forum dialog
yang bisa menjadi tempat berbagi gagasan antar kelompok tani. Harapan
ini kemudian juga ditegaskan oleh Sareh, Kepala Desa Jatiarjo
“Selama ini memang belum ada forum atau agenda kumpul bareng antar
kelompok tani. Sebetulnya saya sangat mengharapkan adanya agenda seperti
itu. Karena melalui agenda kumpul bareng, setidaknya mereka punya misi
bersama” ungkapnya.
Pada aspek pendampingan, para petani yang tergabung dalam berbagai
kelompok tani juga senada menyebutkan jika selama ini proses
pendampingan dari pihak ketiga atau pemerintah hanya “mengejar target” .
Ketika program telah usai, sebagian besar mereka melepaskan diri, tanpa
ada kegiatan yang berlanjut. Proses pendampingan yang berkelanjutan
begitu diharapkan, karena sistem pertanian yang baik tidak bisa dibentuk
dengan waktu yang cepat.
Para ketua kelompok tani di Jatiarjo juga menggaris bawahi bahwa
minimnya kesadaran dari para petani menjadi tugas berat. Kesadaran
tersebut adalah terkait dengan kegiatan bertani secara inovatif. Hal
semacam ini dinyatakan oleh Hidayat, “nakhoda” Kelompok Tani Sumadi. Ia
mencotohkan ketika ada inovasi dalam penanaman sayuran organik, petani
cenderung menunggu sejauh mana inovasi tersebut menghasilkan pendapatan
yang nyata. Setelah terdapat bukti keberhasilan, mereka baru mau
bergerak. Dengan kata lain, kebanyakan petani takut untuk mengambil
risiko.
Dalam segi partisipasi politik, Sareh menyebutkan bahwa selama ini
memang belum ada anggaran khusus terkait pertanian. Penyebabnya adalah
pola pikir masyarakat yang cenderung meminta pembangunan infrastruktur
dalam segi fisik saja. Sehingga anggaran khusus terkait pertanian atau
yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan petani belum
dialokasikan.
Melihat hambatan dan tantangan tersebut, maka sebenarnya tersimpan
harapan besar dari para kelompok tani Jatiarjo. Ini tidak lepas dari
komitmen para pemangku kepentingan, kelompok tani dan pemerintah desa
untuk berbenah diri. Salah satu upaya konkret yang akan dilakukan
misalnya membentuk forum dan agenda kumpul kelompok tani. Dari agenda
tersebut nantinya pemerintah desa mengharapkan adanya usulan yang
dikeluarkan oleh kelompok tani kepada pemerintah desa. Sehingga, aturan
perencanaan desa yang bersifat pendek atau jangka menengah memiliki
kerangka khusus untuk memfasilitasi kebutuhan para petani dan
kelompoknya.
Masa depan kelompok tani Jatiarjo menjadi satu komitmen untuk digapai
bersama. Satu pertegasan bahwa saat ini petani juga memiliki mimpi
untuk mempertahankan eksistensinya di tengah jeratan industrialisasi.
Mimpi yang akan menjadi inspirasi untuk mengembalikan dan mengembangkan
sumber daya alam negeri agraris yang melimpah ruah. Bagaikan pepatah
Jawa: “Memayu Hayuning Bawana,” Memperindah Keindahan Dunia. Kiranya sudah saatnya petani menentukan masa depan dan menggapai mimpinya.
Membangun Kekuatan Pertanian Melalui Kelompok Tani
4/
5
Oleh
KIM ARJUNA JATIARJO